Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Ratu Shima Pemimpin Kerajaan Kalingga


Ratu Sima adalah putri seorang pendeta di wilayah Sriwijaya. Ia dilahirkan tahun 611 M di sekitar wilayah yang disebut Musi Banyuasin.Ia adalah istri pangeran Kartikeyasingha yang merupakan keponakan dari kerajaan Melayu Sribuja.  Ia kemudian tinggal  di daerah yang dikenalsebagai wilayah Adi Hyang (Leluhur Agung), atau yang sekarang bernama Dieng. Perkawinan Kartikeyasingha dengan Sima melahirkan dua orang anak, yaitu Parwati dan Narayana (Iswara). Ratu Sima adalah pemeluk Hindu Syiwa yang taat.

Ayah Kartikeyasingha adalah Raja Kalingga. Tahun 648 M ketika ayahandanya wafat, Kartikeyasingha naik tahta. Saat inilah peran Ratu Sima dalam politik mulai terlihat. Saat Kartikeyasingha wafat tahun 674, Sima mengambil alih posisi suaminya sebagai raja sampai dengan tahun 695 M dengan gelar Sri Maharani Mahissasuramardini Satyaputikeswara. Masa kepemimpinan Ratu Shima menjadi masa keemasan bagi Kalingga sehingga membuat raja-raja dari kerajaan lain segan, hormat dan kagum. Masa-masa itu adalah masa keemasan bagi perkembangan kebudayaan apapun. Agama Budha juga berkembang secara harmonis, sehingga wilayah di sekitar kerajaan Ratu Shima juga sering disebut Di Hyang (tempat bersatunya dua kepercayaan Hindu Budha).Dalam hal bercocok tanam Ratu Sima merancang sistem pengairan yang diberi nama Subak, yang diadopsi dari kerajaan kakak mertuanya. Kebudayaan baru ini kemudian melahirkan istilah Tanibhala, yaitu masyarakat yang mengolah mata pencahariannya dengan cara bertani atau bercocok tanam.

Ratu sima adalah seorang pemimpin yang dicintai rakyatnya, mulai dari rakyat jelata sampai pejabat-pejabat kerajaan. Pernah suatu ketika Ratu Sima menguji kesetiaan para pejabat kerajaannya dengan menukarkan posisi pejabat penting di lingkungan istana. Namun tidak ada satu pejabat pun yang mengeluh, walaupun ia ditukar dengan posisi yang tidak diinginkan maupun yang dipensiunkan. Dari sini terlihat bahwa rakyatnya sangat menghormati dan menaati keputusan sang ratu.

Selain jujur dan adil, Ratu Sima juga dikenal sebagai pemimpin yang tegas. Ia akan menjatuhkan hukuman potong tangan bagi siapapun yang mencuri tanpa pandang bulu. Berita tentang Ratu Sima yang adil beserta negerinya yang makmur dan rakyatnya yang jujur telah terdengar sampai China dan sampai di telinga Raja Ta-che. Akhirnya Raja Ta-che ingin membuktikan kebenaran dari kejujuran rakyat Kalingga. Ia pun mengirim utusan yang diperintah untuk menaruh pundi-pundi emas secara diam-diam di tengah jalan dekat keramaian pasar. Berhari-hari, berbulan-bulan, hingga sampai tiga tahun pundi-pundi itu tetap berada di tempatnya. Hingga suatu hari anak tertua dari Ratu Shima tak sengaja kakinya menyenggol pundi-pundi tersebut. Salah seorang pengawas utusan melihat kejadian tersebut, lalu melaporkan kepada pemerintah kerajaan akan kejadian tersebut. Setelah mendapatkan laporan tersebut, Ratu Sima segera memerintahkan hukuman kepada pelakunya, yang tak lain adalah anaknya sendiri.Sang Putra Mahkota pun akhirnya dihukum potong jari dari kaki yang telah menyenggol pundi-pundi tersebut. Akhirnya raja Ta-Che pun percaya akan kebenaran mengenai keadilan dan ketegasan Ratu Sima.

Menurut catatan sejarah, pada abad 7 M Ratu Sima pernah memerintahkan pembangunan Candi Dieng sebagai temat pemujaan. Ratu Sima juga mendirikan beberapa candi lain di kawasan Dieng, seperti Candi Gatotkaca di bukit Pangonan, Candi Dwarawati di kaki Gunung Prahu, dan Candi Bima yang merupakan candi terbesar di Dieng.

Sebelum Ratu Sima mangkat pada tahun 695 M, Kerajaan Kalingga dibagi dua. Di bagian utara disebut Bumi Mataram yang dirajai oleh Parwati. Di bagian selatan disebut Bumi Sambara yang dirajai oleh Narayana, adik Parwati.

Berdasarkan kisah diatas diharapkan pramuka penegak di Gugus depan MA Manba'ul Ulum Mambak memiliki sifat yang tegas, jujur dan adil seperti sifat yang dimiliki oleh Ratu Shima.

Posting Komentar untuk "Kisah Ratu Shima Pemimpin Kerajaan Kalingga"